Kamis, 12 Februari 2015

Peninggalan Sosial Budaya

BlaBlaBla~ Kali Ini Gue Bakal Buat Makalah Tentang Peninggalan Sosial Budaya Yaa Cekidot Udah Langsung Urut Nihh

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “PENINGGALAN SOSIAL BUDAYA” ini.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga Makalah ini dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Amin.

                                                                                                                SMPN3 , Februari 2015
                                                                                                                                        Penyusun



















                                                    Daftar Isi


Kata Pengantar................................................................................................................................. i

Daftar Isi.......................................................................................................................................... ii

BAB I – Pendahuluan
1.1  latar Belakang............................................................................................................................ 1
1.2  Rumusan Masalah...................................................................................................................... 1
1.3  Tujuan........................................................................................................................................ 1
BAB II – Pembahasan
A.    Pengertian Pelestarian Peninggalan Sosial Budaya............................................................. 2
B.     Sejarah Peninggalan Sosial Budaya ……………………….............................................. 3
C.     Dampak atau Manfaat......................................................................................................... 7
BAB III – Penutup
Kesimpulan...................................................................................................................................... 8
Daftar Pustaka................................................................................................................................. 8






BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Dalam buku "Primitive Cultur" karangan E.B.Tylor dikutip oleh Prof. Harsojo (1967:13),bahwa kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang terkandung di dalamnya pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuankemampuan yang lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat. R.Linton (1947) dalam bukunya "The cultural background of personality" mengatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan hasil-hasil dari tingkah laku, yang unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu. Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai keseluruhan bentuk kesenian, yang meliputi sastra, musik, pahat/ukir, rupa, tari, dan berbagai bentuk karya cipta yang mengutamakan keindahan (estetika) sebagai kebutuhan hidup manusia. Pihak lain mengartikan kebudayaan sebagai lambang, benda atau obyek material yang mengandung nilai tertentu. Lambang ini dapat berbentuk gerakan, warna, suara atau aroma yang melekat pada lambang itu. Masyarakat tertentu (tidak semua) memberi nilai pada warna hitam sebagai lambang duka cita, suara lembut (tutur kata) melambangkan kesopanan (meskipun didaerah lain suara lantang berarti keterbukaan), dan seterusnya.
1.2     Rumusan Masalah
Dari berbagai dan banyaknya peninggalan akan hasil dari terbentuknya kegiatan social budaya, akan kecenderungan semakin banyak pihak baik individu dan kelompok sudah mengeyampinkan nilai-nilai serta bentuk terwujudnya social budaya
1.3     Tujuan
a.       Lebih meningkatkan kepedilian akan pentingnya melestarikan peninggalan social budaya
b.      Menjaga dan mengembangkan akan nilai-nilai yang telah diwariskan sebelumnya.


BAB II
PEMBAHASAN

MELESTARIKAN PENINGGALAN SOSIAL BUDAYA
A.    Pengertian
Peninggalan social budaya haruslah dilestarikan agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan, juga untuk menanamkan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa Indonesia. Melestarikan peninggalan social budaya merupakan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia.

Peninggalan-peninggalan yang masih ada atau terekam sampai sekarang kemudian menjadi warisan budaya. Menurut Davidson, warisan budaya diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dan tardisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa. Jadi, warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budayanya (intangible) dari masa lalu.

Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage) inilah yang berasal dari budaya-budaya local yang ada di Nusantara, meliputi tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa bu, sejarah lisan, kreativitas (tari, lagu, drama, pertunjukkan), kemampuan beradaptasi, dan keunikan masyarakat setempat. Local disini tidak memngacu pada wilayah geografis, khususnya kabupaten/kota, dengan batas-batas administrative yang jelas, tetapi lebih mengacu pada wilayah budaya yang sering sekali melebihi wilayah administrative juga tidak mempunyai garis perbatasan yang tegas dengan budaya yang lainnya. Budaya local juga juga bisa mengacu pada milik penduduk asli (inlander) yang telah dipandang sebagai warisan budaya. Berhubung pelaku pemerintahan Republik Indonesia adalah bangsa sendiri, maka warisan budaya yang ada menjadi milik bersama.
Warisan budaya fisik terdiri atas:
1.      Warisan budaya tidak bergerak (immovable heritage) biasanya berada di tempat terbuka dan terdiri atas situs, tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan kuno dan/atau tempat bersejarah, dan patung-patung pahlawan.
2.      Warisan budaya bergerak (movable heritage), biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri atas benda warisan budaya berupa karya seni, arsip dokumen, foto, karya tulis cetak, dan audiovisual berupa kaset, video, dan film.


Pasal 1 The World Heritage Convention membagi warisan budaya fisik menjadi tiga yaitu:
1.       Monumen, adalah hasil karya aksitektur, patung dan lukisan dan kombinasi fitur-fitur tersebut yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, buadaya, dan ilmu pengetahuan.
2.       kelompok banngunan, adalah bangunan yang terpisah atau berhubungan yang dikarenakan arsitekturnya, homogenitasnya, atau posisinya dalam bentang lahan mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya, dan ilmu pengetahuan.
3.       Situs, adalah hasil karya manusia atau gabungan karya manusia dan alam, wilayah yang mencakup local yang mengandung tinggalan arkeologis yang mempunyai nilai pentingbagi sejarah, estetika, etnografi, atau antropologi.
Warisan budaya fisik dalam pasal 1 UU No.5 Tahun 1992 tentang  benda-benda cagar budaya disebut sebagai benda cagar budaya berupa benda buatan manusia dan benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting begi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Sedangkan lokasi yang mengandung atau di duga mengandung benda cagar budaya di sebut ‘situs’.
Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama. Upaya pelestarian berarti upaya memelihara warisan  budaya untuk waktu yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat lama,maka perlu dikembangkan upaya pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan (suistainable).


B.Sejarah Peninggalan Sosial Budaya
1.Peninggalan masa prasejarah
Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala.
Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara:


                                                     2. Masa Kejayaan Hindu-Buddha
Pada masa kekuasaan Hindu-Buddha, masyarakat bisa mengangkat negeri ini hingga mencapai kejayaan. Masyarakat saat ini masih merasa ikut memiliki peninggalan peradaban tersebut, misalnya peninggalan kerajaan Sriwijaya atau Mataram Kuno. Peninggalan tersebut rupanya bisa dimanfaatkan menjadi sumber penghidupan masyarakat saat ini. Wisatawan berdatangan untuk melihat peninggalan sejarah yang dijadikan sebagai objek wisata, mengagumi kejayaan masa lalu. Hal itu membuktikan bahwa sistem sosial masyarakat di masa lalu tidaklah buruk, bahkan mereka mampu membangun karya monumental yang membanggakan.
Masa kejayaan Islam merupakan kebanggaan bagi sebagian masyarakat. Hal itu ditimbulkan dari anggapan bahwa keberhasilan penyebar agama Islam mampu menanamkan kekuasaan di Nusantara. Masyarakat yang tadinya tidak beragama / kafir, bisa diubah menjadi masyarakat yang bermartabat dan agamis. Agama Islam menjadi rujukan pembuatan tata nilai atau seluruh tindakan sosial di Nusantara.
Beberapa kesultanan didirikan oleh bangsa Arab atau setidaknya mengadopsi nama-nama Arab yang menandakan mereka adalah Islam. Istilah “sulthan” menjadi sebutan bagi penguasa di berbagai kerajaan kecil yang mampu bertahan. Pertikaian antarkelompok mewarnai kerajaan-kerajaan Islam. Di Aceh, pengikut Hamzah Fansyuri diburu dan seluruh buku karangan Hamzah Fansyuri pun dibakar. Pengikut Ar Raniri, orang Arab dari Kerala, membantu mempertahankan kelangsungan Islam di Aceh.
Penyebar Islam di Jawa kebanyakan merujuk pada satu dewan wali yang dikenal dengan Walisongo. Beberapa anggotanya seperti Sunan Kalijogo, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, kyai Pandan Aran masih menjadi tokoh yang sangat dikagumi hingga masa kini. Di Sulawesi ada kesan khusus pada satu tokoh Islam karena dianggap sebagai simbol perlawanan pada kaum kafir, orang Belanda, yaitu Syeh Yusuf yang diasingkan ke Afrika Selatan.
Masyarakat Islam Indonesia pada masa kini belum berhasil menghasilkan sesuatu yang bermakna. Mungkin satu-satunya peninggalan kerajaan Islam yang tersisa adalah “Serat Centhini di Jawa”, yang berupa sebuah ensiklopedi yang cukup tebal. Serat itu mungkin hanya tertandingi oleh “La Galigo” dari Sulawesi Selatan yang mungkin dibuat pada masa Kerajaan Sawungaling. Masyarakat saat ini tidak mampu bersatu untuk menciptakan karya-karya monumental seperti masa dahulu.
Masa pendudukan Belanda di Indonesia merupakan masa-masa paling gelap. Bangsa Indonesia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berkembang sebagai suatu bangsa yang mandiri. Kita hanya bisa mengagumi bagaimana bangsa Jepang mampu bertahan dan melakukan restorasi Meiji yang terkenal sehingga menyejajarkan kedudukan Jepang dengan bangsa-bangsa Barat.
Selanjutnya, orang-orang yang digolongkan ke kelompok ‘abangan’ ini mampu melahirkan ide-ide cemerlang untuk bangsa. Kita semua mengenal nama-nama seperti Tan Malaka, Douwes Dekker, atau bahkan Bung Karno. Tokoh-tokoh tersebut telah merintis jalur ke arah kemerdekaan dan memungkinkan pembebasan bangsa ini dari segala bentuk penjajahan baik fisik, ekonomi, dan mental spiritual.
Sejak 1945, setelah Jepang menyerah pada sekutu, bangsa Indonesia merasa bebas dan bersatu mendirikan negara Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila menjadi landasan falsafah bangsa.
Dari perjalanan sejarah kita, terlihat jelas ada masa-masa di mana kita mampu membuat prestasi yang luar biasa. Tetapi mungkin ada suatu pertanyaan besar, di mana salahnya bangsa ini? Mampukah kita menghasilkan monumen bersejarah seperti Borobudur atau kita hanya mampu membuat monumen-monumen impian?

                                                           
3.Masa Kolonial / Penjajahan
Pada Masa Kolonial / Penjajahan Terdapat Juga Peninggalan Sosiak Budaya Seperti Berikut.
a. Pada Masa Kolonial Belanda
Rumah Tinggal. Peninggalan budaya Belanda adalah rumah tinggal. Seperti diketahui, orang-orang Belanda kebanyakan tinggal di sentra-sentra kegiatan ekonomi di mana tanah dan material bangunannya cukup mahal. Selain orang biasa, konstruksi bangunan Belanda juga banyak dipakai oleh keluarga-keluarga priyayi Indonesia. Misalnya raja-raja Indonesia seperti di Banten dan Yogyakarta membangun rumah kediaman mereka serupa dengan konstruksi rumah-rumah Belanda. Bangunan Belanda kerap disebut puri Belanda, yang juga berfungsi sebagai basis pertahahan terakhir tatkala terjadi perang. Umumnya, gedung perkantoran Belanda di Indonesia dibangun bergaya Yunani-Romawi Kuno. Cirinya adalah bangunannya besar-besar, pilar besar dan tinggi di bagian depan, hiasan doria dan ionia dari Yunani.
Budaya Indis. Seputar pengaruh budaya Belanda, Djoko Sukiman menjelaskan terbitnya kebudayaan Indis. Indis adalah kebudayaan campuran antara budaya Belanda dengan Pribumi. Indis terutama berkembang di pulau Jawa antara abad ke-18 hingga 19. Kebudayaan Indis dapat diidentifikasi pada pelacakan pengaruh budaya Belanda atas tujuh unsur budaya universal (yang awalnya dimiliki kalangan pribumi) yaitu bahasa, peralatan dan perlengkapan hidup manusia, matapencarian hidup dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan dan religi.[5] Namun, praktek budaya Indis lebih dialami masyarakat pribumi di Jawa, khususnya kalangan menengah ke atas.
Pendidikan. Salah satu pengaruh peradaban Belanda atas struktur budaya Indonesia adalah pendidikan. Sistem pendidikan Belanda bersaing dengan sistem pendidikan lokal Indonesia yang umumnya berupa pecantrikan dan mandala. Juga, sekolah-sekolah Belanda mulai menyaingi pesantren, lembaga pendidikan yang banyak dipengaruhi Islam.

b. Pada Masa Kolonial Portugis
Kampung Tugu.
 Masyarakat kampung Tugu lokasinya di daerah Semper, Koja, Jakarta Utara dan masih dapat ditemui hingga kini.[6] Penduduk awalnya berasal dari berbagai koloni Portugis di Malaka, Pantai Malabar, Kalkuta, Surate, Coromandel, Goa, dan Srilanka. Pada abad ke-17 mereka diboyong kolonial Belanda ke Batavia sebagai tawanan perang. Di Batavia mereka ditempatkan di Gereja Portugis (sekarang Gereja Sion di Jl. Pangeran Jayakarta). Kemudian sebagian besar mereka pindah ke Kampung Tugu.
Kesenian. Victor Ganap menyatakan musik keroncong berasal dari musik Portugis abad ke-16 yang disebut fado, berasal dari istilah Latin yang berarti nasib.[7] Musik ini tadinya populer di lingkungan perkotaan Portugis (sekarang Portugal). Fado sendiri awalnya adalah nyanyian (mornas) yang dibawa para budak negro dari Cape Verde, Afrika Barat ke Portugis sejak abad ke-15.

c. Pada Masa Kolonial Jepang
Militer. 
Langsung ataupun tidak langsung, Jepang membantu Indonesia (utamanya pemuda) membentuk semangat nasionalisme.[13] Jepang melakukan ini lewat tiga cara, yaitu: (1) Pengerahan pemuda; (2) Pembentukan organisasi semi-militer; dan (3) Pembentukan organisasi militer. Tentu saja, ketiga bentuk ini dimaksudkan demi kepentingan perang Jepang. Namun, efek sampingnya justru menguntungkan (bless in disguise) bagi Indonesia.
Kesenian. Demi alasan politik anti Barat-nya, Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) tanggal 1 April 1943 di Jakarta. Fungsi lembaga ini mewadahi aktivitas budayawan Indonesia agar tidak menyimpang dari tujuan Jepang. Tanggal 29 Agustus 1942, lembaga ini mengadakan pameran karya pelukis lokal Indonesia seperti Basuki Abdoellah, Agus Djajasoeminta, Otto Djaja Soetara, Kartono Joedokoesoemo, dan Emiria Soenassa. Selain itu, ia juga memfasilitasi R. Koesbini dan Cornel Simanjuntak membentuk grup seni suara yang melahirkan lagu-lagu nasional Indonesia. Lahirlah lagu-lagu nasional Kalau Padi Menguning Lagi, Majulah Putra-Putri Indonesia, Tanah Tumpah Darahku. Keimin Bunka Shidosho juga memungkinkan Nur Sutan Iskandar melahirkan karyanya Tjinta Tanah Sutji, Karim Halim melahirkan Palawidja, atau Usmar Ismail dengan Angin Fudji. Seni drama karya budayawan Indonesia juga lahir seperti Api dan Tjitra (temanya pengabdian tanah air) karya Usmar Ismail, Taufan di atas Asia atau Intelek Istimewa karya Abu Hanifah.
Bahasa. Pendudukan Jepang, di samping berefek negatif, juga memiliki dampak positif dalam budaya bahasa. Segera setelah Jepang mengusir Belanda, segala hal berbau Belanda dan Barat dilarang di semua toko-toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan, dan papan-papan nama umum. Bahasa pengganti yang diperkenankan hanyalah Bahasa Indonesia dan Jepang. Kini mulailah bahasa Indonesia mengalami perkembangan pesat.[12] Terjadi revolusi sosial di mana budaya Belanda dijungkalkan oleh budaya Jepang dan Indonesia. Atas desakan tokoh-tokoh Indonesia, tahun 1943 Jepang mengizinkan berdirinya Komisi Penyempurnaan Bahasa Indonesia yang pada akhirnya berhasil mengkodifikasi 7.000 istilah bahasa Indonesia modern (saat itu).

                                                              4. Pada Masa Modern
Seiring Berkembangnya Jaman , Telah Sampailah Pada Masa Modern ,  Pada masa modern berarti peninggalan Sosial Budayanya sudah canggih dan menggunakan alat alat canggih, peninggalan Sosial Budaya pada masa modern dan bersifat material adalah sebagai berikut
1.Lukisan Lukisan Modern
Lukisan modern termasuk Peninggalan Sosial Budaya yang berada pada Masa Modern karna , Di lukiskan Pada Era Modern Dan Di Lakukan Dengan Sangat Relavan / Modern . Seperti : Lukisan Man And Women Di bawah Ini
a.jpg

2.Batik Modern
Batik Modern Ini Adalah Batik Yang Sudah Bersifat Modern Dari Segala Bentuk Dan Warna , Dan Juga Corak , Seperti

 Atasan-Batik-Lengan-Panjang-Wanita-AW0024.jpg

C.    Dampak atau Manfaat Pelestarian Peninggalan Sosial Budaya
Beberapa manfaat yang didapat dari menjaga kelestarian peninggalan sejarah antara lain yaitu:
1.      Memperkaya khasanah kebudayaan bangsa Indonesia,
2.
      Menambah pendapatan Negara karena digunakan sebagai obyek wisata,
3.
      Menyelamatkan keberadaan benda peninggalan sejarah, sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang, serta
4.
      Membantu dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan untuk obyek penelitian.
























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Sosial Budaya merupakan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dilahirkan dari diri manusia dan berkembang melalui proses pembelajaran atau sosialisasi.
            Budaya dalam bahasa sansekerta adalah budhhayah yang berarti akal. Budaya memiliki wujud yaitu gagasan, aktivitas atau tindkan, dan artefak atau karya. Dengan adanya wujud – wujud itu budaya memiliki komponen – komponen yaitu seperti kebudayaan material, kebudayaan nonmaterial, lembaga sosial, sistem kepercayaan, estetika, dan bahasa.
            Melestarikan peninggalan Sosial Budaya merupakan cara agar peninggalan – peninggalan sosial budaya tersebut tidak hilang atau punah nantinya. Melestarikan peninggalan sosial budaya juga dapat dilakukan dengan cara seperti dengan tarian adat, alat musik adat, museum atau bangunan – bangunan bersejarah, cagar alam, dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA

http://rhidodicky.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Balai_Pelestarian_Peninggalan_Purbakala
http://ichadshel.blogspot.com/2012/10/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya-dan.html
http://chochoblue.blogspot.com/2013/10/makalah-melestarikan-peninggalan.html












Daftar Gambar :

 1284959.jpgborobudurtoancanh1.jpgbuddha-statue-upper-500.jpgcollectie_tropenmuseum_onderwijs_op_java_tmnr_10000809.jpgfoto perjuangan indonesia11.jpgimages.jpgindis1.jpgkampungtugu_3.jpgkolonialhouse_r1_c2.gifkolonialisme imperialisme.pngPrasejarah.jpgvoc-heading1.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar