BlaBlaBla~ Kali Ini Gue Bakal Buat Makalah Tentang Peninggalan Sosial Budaya Yaa Cekidot Udah Langsung Urut Nihh
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “PENINGGALAN
SOSIAL BUDAYA” ini.
Dalam Penulisan
makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
kami. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Kami berharap
semoga Makalah ini dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua. Amin.
SMPN3 , Februari 2015
Penyusun
SMPN3 , Februari 2015
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................................................. i
Daftar
Isi.......................................................................................................................................... ii
BAB I –
Pendahuluan
1.1 latar
Belakang............................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan
Masalah...................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan........................................................................................................................................ 1
BAB II –
Pembahasan
A. Pengertian
Pelestarian Peninggalan Sosial
Budaya............................................................. 2
B. Sejarah
Peninggalan Sosial Budaya ……………………….............................................. 3
C. Dampak
atau
Manfaat......................................................................................................... 7
BAB III
– Penutup
Kesimpulan...................................................................................................................................... 8
Daftar
Pustaka................................................................................................................................. 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam buku "Primitive Cultur" karangan
E.B.Tylor dikutip oleh Prof. Harsojo (1967:13),bahwa kebudayaan adalah satu
keseluruhan yang kompleks, yang terkandung di dalamnya pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuankemampuan yang
lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota dari
suatu masyarakat. R.Linton (1947) dalam bukunya "The cultural background
of personality" mengatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari
tingkah laku yang dipelajari dan hasil-hasil dari tingkah laku, yang
unsur-unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat
tertentu. Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai keseluruhan bentuk kesenian,
yang meliputi sastra, musik, pahat/ukir, rupa, tari, dan berbagai bentuk karya
cipta yang mengutamakan keindahan (estetika) sebagai kebutuhan hidup manusia.
Pihak lain mengartikan kebudayaan sebagai lambang, benda atau obyek material
yang mengandung nilai tertentu. Lambang ini dapat berbentuk gerakan, warna,
suara atau aroma yang melekat pada lambang itu. Masyarakat tertentu (tidak
semua) memberi nilai pada warna hitam sebagai lambang duka cita, suara lembut
(tutur kata) melambangkan kesopanan (meskipun didaerah lain suara lantang
berarti keterbukaan), dan seterusnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari berbagai dan banyaknya peninggalan akan hasil
dari terbentuknya kegiatan social budaya, akan kecenderungan semakin banyak
pihak baik individu dan kelompok sudah mengeyampinkan nilai-nilai serta bentuk
terwujudnya social budaya
1.3 Tujuan
a. Lebih meningkatkan
kepedilian akan pentingnya melestarikan peninggalan social budaya
b. Menjaga dan
mengembangkan akan nilai-nilai yang telah diwariskan sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
MELESTARIKAN PENINGGALAN SOSIAL BUDAYA
A. Pengertian
Peninggalan social budaya haruslah dilestarikan agar
dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya untuk menambah wawasan dan
pengetahuan, juga untuk menanamkan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa
Indonesia. Melestarikan peninggalan social budaya merupakan kewajiban kita
sebagai warga negara Indonesia.
Peninggalan-peninggalan yang masih ada atau terekam
sampai sekarang kemudian menjadi warisan budaya. Menurut Davidson, warisan
budaya diartikan sebagai produk atau hasil budaya fisik dan tardisi-tradisi
yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu
yang menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa. Jadi,
warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budayanya
(intangible) dari masa lalu.
Nilai budaya dari masa lalu (intangible heritage)
inilah yang berasal dari budaya-budaya local yang ada di Nusantara, meliputi
tradisi, cerita rakyat dan legenda, bahasa bu, sejarah lisan, kreativitas
(tari, lagu, drama, pertunjukkan), kemampuan beradaptasi, dan keunikan
masyarakat setempat. Local disini tidak memngacu pada wilayah geografis,
khususnya kabupaten/kota, dengan batas-batas administrative yang jelas, tetapi
lebih mengacu pada wilayah budaya yang sering sekali melebihi wilayah
administrative juga tidak mempunyai garis perbatasan yang tegas dengan budaya
yang lainnya. Budaya local juga juga bisa mengacu pada milik penduduk asli
(inlander) yang telah dipandang sebagai warisan budaya. Berhubung pelaku
pemerintahan Republik Indonesia adalah bangsa sendiri, maka warisan budaya yang
ada menjadi milik bersama.
Warisan budaya fisik terdiri atas:
1. Warisan budaya tidak
bergerak (immovable heritage) biasanya berada di tempat terbuka dan terdiri
atas situs, tempat bersejarah, bentang alam darat maupun air, bangunan kuno
dan/atau tempat bersejarah, dan patung-patung pahlawan.
2. Warisan budaya bergerak
(movable heritage), biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri atas benda
warisan budaya berupa karya seni, arsip dokumen, foto, karya tulis cetak, dan
audiovisual berupa kaset, video, dan film.
Pasal 1 The World Heritage Convention membagi
warisan budaya fisik menjadi tiga yaitu:
1. Monumen, adalah hasil
karya aksitektur, patung dan lukisan dan kombinasi fitur-fitur tersebut yang
mempunyai nilai penting bagi sejarah, buadaya, dan ilmu pengetahuan.
2. kelompok banngunan,
adalah bangunan yang terpisah atau berhubungan yang dikarenakan arsitekturnya,
homogenitasnya, atau posisinya dalam bentang lahan mempunyai nilai penting bagi
sejarah, budaya, dan ilmu pengetahuan.
3. Situs, adalah hasil
karya manusia atau gabungan karya manusia dan alam, wilayah yang mencakup local
yang mengandung tinggalan arkeologis yang mempunyai nilai pentingbagi sejarah,
estetika, etnografi, atau antropologi.
Warisan budaya fisik dalam pasal 1 UU No.5 Tahun
1992 tentang benda-benda cagar budaya disebut sebagai benda cagar budaya
berupa benda buatan manusia dan benda alam yang dianggap mempunyai nilai
penting begi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Sedangkan lokasi yang
mengandung atau di duga mengandung benda cagar budaya di sebut ‘situs’.
Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang
sangat lama. Upaya pelestarian berarti upaya memelihara warisan budaya
untuk waktu yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya
memelihara untuk waktu yang sangat lama,maka perlu dikembangkan upaya
pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan (suistainable).
B.Sejarah Peninggalan Sosial Budaya
1.Peninggalan masa prasejarah
1.Peninggalan masa prasejarah
Peninggalan masa prasejarah
Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua
atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs
purbakala.
Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa
prasejarah Nusantara:
- Situs Gua Putri, Baturaja,
Sumatera Selatan;
- Lembah Sangiran, sekarang
menjadi Taman Purbakala Sangiran
- Situs Purbakala Wajak,
Tulungagung;
- Liang Bua, Pulau Flores;
- Gua Leang-leang, Sulawesi;
- Situs Gua
Perbukitan Sangkulirang, Kutai Timur;
- Situs Pasemah di
Lampung;
- Situs Cipari, Kuningan, Jawa Barat;
- Situs Goa Pawon, Bandung, Jawa Barat;
- Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat;
- Situs Gilimanuk, Jembrana, Bali;
- Situs Gua-gua Biak, Papua
(40.000-30.000 SM);
- Situs Lukisan tepi pantai di
Raja Ampat, Papua Barat;
- Situs Tutari, Kabupaten
Jayapura, (periode Megalitikum);
- Gua Babi di
Gunung Batu Buli, desa Randu, Muara Uya, Tabalon.
2. Masa Kejayaan Hindu-Buddha
Pada masa
kekuasaan Hindu-Buddha, masyarakat bisa mengangkat negeri ini hingga mencapai
kejayaan. Masyarakat saat ini masih merasa ikut memiliki peninggalan peradaban
tersebut, misalnya peninggalan kerajaan Sriwijaya atau Mataram Kuno.
Peninggalan tersebut rupanya bisa dimanfaatkan menjadi sumber penghidupan
masyarakat saat ini. Wisatawan berdatangan untuk melihat peninggalan sejarah
yang dijadikan sebagai objek wisata, mengagumi kejayaan masa lalu. Hal itu
membuktikan bahwa sistem sosial masyarakat di masa lalu tidaklah buruk, bahkan
mereka mampu membangun karya monumental yang membanggakan.
Masa
kejayaan Islam merupakan kebanggaan bagi sebagian masyarakat. Hal itu
ditimbulkan dari anggapan bahwa keberhasilan penyebar agama Islam mampu
menanamkan kekuasaan di Nusantara. Masyarakat yang tadinya tidak beragama /
kafir, bisa diubah menjadi masyarakat yang bermartabat dan agamis. Agama Islam
menjadi rujukan pembuatan tata nilai atau seluruh tindakan sosial di Nusantara.
Beberapa
kesultanan didirikan oleh bangsa Arab atau setidaknya mengadopsi nama-nama Arab
yang menandakan mereka adalah Islam. Istilah “sulthan” menjadi sebutan bagi
penguasa di berbagai kerajaan kecil yang mampu bertahan. Pertikaian
antarkelompok mewarnai kerajaan-kerajaan Islam. Di Aceh, pengikut Hamzah
Fansyuri diburu dan seluruh buku karangan Hamzah Fansyuri pun dibakar. Pengikut
Ar Raniri, orang Arab dari Kerala, membantu mempertahankan kelangsungan Islam
di Aceh.
Penyebar
Islam di Jawa kebanyakan merujuk pada satu dewan wali yang dikenal dengan
Walisongo. Beberapa anggotanya seperti Sunan Kalijogo, Sunan Kudus, Sunan
Bonang, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, kyai Pandan Aran masih menjadi tokoh
yang sangat dikagumi hingga masa kini. Di Sulawesi ada kesan khusus pada satu
tokoh Islam karena dianggap sebagai simbol perlawanan pada kaum kafir, orang
Belanda, yaitu Syeh Yusuf yang diasingkan ke Afrika Selatan.
Masyarakat
Islam Indonesia pada masa kini belum berhasil menghasilkan sesuatu yang
bermakna. Mungkin satu-satunya peninggalan kerajaan Islam yang tersisa adalah
“Serat Centhini di Jawa”, yang berupa sebuah ensiklopedi yang cukup tebal.
Serat itu mungkin hanya tertandingi oleh “La Galigo” dari Sulawesi Selatan yang
mungkin dibuat pada masa Kerajaan Sawungaling. Masyarakat saat ini tidak mampu
bersatu untuk menciptakan karya-karya monumental seperti masa dahulu.
Masa
pendudukan Belanda di Indonesia merupakan masa-masa paling gelap. Bangsa
Indonesia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berkembang sebagai suatu
bangsa yang mandiri. Kita hanya bisa mengagumi bagaimana bangsa Jepang mampu
bertahan dan melakukan restorasi Meiji yang terkenal sehingga menyejajarkan
kedudukan Jepang dengan bangsa-bangsa Barat.
Selanjutnya,
orang-orang yang digolongkan ke kelompok ‘abangan’ ini mampu melahirkan ide-ide
cemerlang untuk bangsa. Kita semua mengenal nama-nama seperti Tan Malaka,
Douwes Dekker, atau bahkan Bung Karno. Tokoh-tokoh tersebut telah merintis
jalur ke arah kemerdekaan dan memungkinkan pembebasan bangsa ini dari segala
bentuk penjajahan baik fisik, ekonomi, dan mental spiritual.
Sejak 1945,
setelah Jepang menyerah pada sekutu, bangsa Indonesia merasa bebas dan bersatu
mendirikan negara Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila menjadi
landasan falsafah bangsa.
Dari
perjalanan sejarah kita, terlihat jelas ada masa-masa di mana kita mampu membuat
prestasi yang luar biasa. Tetapi mungkin ada suatu pertanyaan besar, di mana
salahnya bangsa ini? Mampukah kita menghasilkan monumen bersejarah seperti
Borobudur atau kita hanya mampu membuat monumen-monumen impian?
3.Masa Kolonial / Penjajahan
Pada Masa Kolonial / Penjajahan Terdapat Juga Peninggalan Sosiak Budaya Seperti Berikut.
a. Pada Masa Kolonial Belanda
Rumah Tinggal. Peninggalan budaya Belanda adalah rumah tinggal. Seperti diketahui, orang-orang Belanda kebanyakan tinggal di sentra-sentra kegiatan ekonomi di mana tanah dan material bangunannya cukup mahal. Selain orang biasa, konstruksi bangunan Belanda juga banyak dipakai oleh keluarga-keluarga priyayi Indonesia. Misalnya raja-raja Indonesia seperti di Banten dan Yogyakarta membangun rumah kediaman mereka serupa dengan konstruksi rumah-rumah Belanda. Bangunan Belanda kerap disebut puri Belanda, yang juga berfungsi sebagai basis pertahahan terakhir tatkala terjadi perang. Umumnya, gedung perkantoran Belanda di Indonesia dibangun bergaya Yunani-Romawi Kuno. Cirinya adalah bangunannya besar-besar, pilar besar dan tinggi di bagian depan, hiasan doria dan ionia dari Yunani.
Budaya Indis. Seputar pengaruh budaya Belanda, Djoko Sukiman menjelaskan terbitnya kebudayaan Indis. Indis adalah kebudayaan campuran antara budaya Belanda dengan Pribumi. Indis terutama berkembang di pulau Jawa antara abad ke-18 hingga 19. Kebudayaan Indis dapat diidentifikasi pada pelacakan pengaruh budaya Belanda atas tujuh unsur budaya universal (yang awalnya dimiliki kalangan pribumi) yaitu bahasa, peralatan dan perlengkapan hidup manusia, matapencarian hidup dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan dan religi.[5] Namun, praktek budaya Indis lebih dialami masyarakat pribumi di Jawa, khususnya kalangan menengah ke atas.
Pendidikan. Salah satu pengaruh peradaban Belanda atas struktur budaya Indonesia adalah pendidikan. Sistem pendidikan Belanda bersaing dengan sistem pendidikan lokal Indonesia yang umumnya berupa pecantrikan dan mandala. Juga, sekolah-sekolah Belanda mulai menyaingi pesantren, lembaga pendidikan yang banyak dipengaruhi Islam.
b. Pada Masa Kolonial Portugis
Kampung Tugu. Masyarakat kampung Tugu lokasinya di daerah Semper, Koja, Jakarta Utara dan masih dapat ditemui hingga kini.[6] Penduduk awalnya berasal dari berbagai koloni Portugis di Malaka, Pantai Malabar, Kalkuta, Surate, Coromandel, Goa, dan Srilanka. Pada abad ke-17 mereka diboyong kolonial Belanda ke Batavia sebagai tawanan perang. Di Batavia mereka ditempatkan di Gereja Portugis (sekarang Gereja Sion di Jl. Pangeran Jayakarta). Kemudian sebagian besar mereka pindah ke Kampung Tugu.
Kesenian. Victor Ganap menyatakan musik keroncong berasal dari musik Portugis abad ke-16 yang disebut fado, berasal dari istilah Latin yang berarti nasib.[7] Musik ini tadinya populer di lingkungan perkotaan Portugis (sekarang Portugal). Fado sendiri awalnya adalah nyanyian (mornas) yang dibawa para budak negro dari Cape Verde, Afrika Barat ke Portugis sejak abad ke-15.
c. Pada Masa Kolonial Jepang
Militer. Langsung ataupun tidak langsung, Jepang membantu Indonesia (utamanya pemuda) membentuk semangat nasionalisme.[13] Jepang melakukan ini lewat tiga cara, yaitu: (1) Pengerahan pemuda; (2) Pembentukan organisasi semi-militer; dan (3) Pembentukan organisasi militer. Tentu saja, ketiga bentuk ini dimaksudkan demi kepentingan perang Jepang. Namun, efek sampingnya justru menguntungkan (bless in disguise) bagi Indonesia.
Kesenian. Demi alasan politik anti Barat-nya, Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) tanggal 1 April 1943 di Jakarta. Fungsi lembaga ini mewadahi aktivitas budayawan Indonesia agar tidak menyimpang dari tujuan Jepang. Tanggal 29 Agustus 1942, lembaga ini mengadakan pameran karya pelukis lokal Indonesia seperti Basuki Abdoellah, Agus Djajasoeminta, Otto Djaja Soetara, Kartono Joedokoesoemo, dan Emiria Soenassa. Selain itu, ia juga memfasilitasi R. Koesbini dan Cornel Simanjuntak membentuk grup seni suara yang melahirkan lagu-lagu nasional Indonesia. Lahirlah lagu-lagu nasional Kalau Padi Menguning Lagi, Majulah Putra-Putri Indonesia, Tanah Tumpah Darahku. Keimin Bunka Shidosho juga memungkinkan Nur Sutan Iskandar melahirkan karyanya Tjinta Tanah Sutji, Karim Halim melahirkan Palawidja, atau Usmar Ismail dengan Angin Fudji. Seni drama karya budayawan Indonesia juga lahir seperti Api dan Tjitra (temanya pengabdian tanah air) karya Usmar Ismail, Taufan di atas Asia atau Intelek Istimewa karya Abu Hanifah.
Bahasa. Pendudukan Jepang, di samping berefek negatif, juga memiliki dampak positif dalam budaya bahasa. Segera setelah Jepang mengusir Belanda, segala hal berbau Belanda dan Barat dilarang di semua toko-toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan, dan papan-papan nama umum. Bahasa pengganti yang diperkenankan hanyalah Bahasa Indonesia dan Jepang. Kini mulailah bahasa Indonesia mengalami perkembangan pesat.[12] Terjadi revolusi sosial di mana budaya Belanda dijungkalkan oleh budaya Jepang dan Indonesia. Atas desakan tokoh-tokoh Indonesia, tahun 1943 Jepang mengizinkan berdirinya Komisi Penyempurnaan Bahasa Indonesia yang pada akhirnya berhasil mengkodifikasi 7.000 istilah bahasa Indonesia modern (saat itu).
4. Pada Masa Modern
Seiring Berkembangnya Jaman , Telah Sampailah Pada Masa Modern , Pada masa modern berarti peninggalan Sosial Budayanya sudah canggih dan menggunakan alat alat canggih, peninggalan Sosial Budaya pada masa modern dan bersifat material adalah sebagai berikut
3.Masa Kolonial / Penjajahan
Pada Masa Kolonial / Penjajahan Terdapat Juga Peninggalan Sosiak Budaya Seperti Berikut.
a. Pada Masa Kolonial Belanda
Rumah Tinggal. Peninggalan budaya Belanda adalah rumah tinggal. Seperti diketahui, orang-orang Belanda kebanyakan tinggal di sentra-sentra kegiatan ekonomi di mana tanah dan material bangunannya cukup mahal. Selain orang biasa, konstruksi bangunan Belanda juga banyak dipakai oleh keluarga-keluarga priyayi Indonesia. Misalnya raja-raja Indonesia seperti di Banten dan Yogyakarta membangun rumah kediaman mereka serupa dengan konstruksi rumah-rumah Belanda. Bangunan Belanda kerap disebut puri Belanda, yang juga berfungsi sebagai basis pertahahan terakhir tatkala terjadi perang. Umumnya, gedung perkantoran Belanda di Indonesia dibangun bergaya Yunani-Romawi Kuno. Cirinya adalah bangunannya besar-besar, pilar besar dan tinggi di bagian depan, hiasan doria dan ionia dari Yunani.
Budaya Indis. Seputar pengaruh budaya Belanda, Djoko Sukiman menjelaskan terbitnya kebudayaan Indis. Indis adalah kebudayaan campuran antara budaya Belanda dengan Pribumi. Indis terutama berkembang di pulau Jawa antara abad ke-18 hingga 19. Kebudayaan Indis dapat diidentifikasi pada pelacakan pengaruh budaya Belanda atas tujuh unsur budaya universal (yang awalnya dimiliki kalangan pribumi) yaitu bahasa, peralatan dan perlengkapan hidup manusia, matapencarian hidup dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan dan religi.[5] Namun, praktek budaya Indis lebih dialami masyarakat pribumi di Jawa, khususnya kalangan menengah ke atas.
Pendidikan. Salah satu pengaruh peradaban Belanda atas struktur budaya Indonesia adalah pendidikan. Sistem pendidikan Belanda bersaing dengan sistem pendidikan lokal Indonesia yang umumnya berupa pecantrikan dan mandala. Juga, sekolah-sekolah Belanda mulai menyaingi pesantren, lembaga pendidikan yang banyak dipengaruhi Islam.
b. Pada Masa Kolonial Portugis
Kampung Tugu. Masyarakat kampung Tugu lokasinya di daerah Semper, Koja, Jakarta Utara dan masih dapat ditemui hingga kini.[6] Penduduk awalnya berasal dari berbagai koloni Portugis di Malaka, Pantai Malabar, Kalkuta, Surate, Coromandel, Goa, dan Srilanka. Pada abad ke-17 mereka diboyong kolonial Belanda ke Batavia sebagai tawanan perang. Di Batavia mereka ditempatkan di Gereja Portugis (sekarang Gereja Sion di Jl. Pangeran Jayakarta). Kemudian sebagian besar mereka pindah ke Kampung Tugu.
Kesenian. Victor Ganap menyatakan musik keroncong berasal dari musik Portugis abad ke-16 yang disebut fado, berasal dari istilah Latin yang berarti nasib.[7] Musik ini tadinya populer di lingkungan perkotaan Portugis (sekarang Portugal). Fado sendiri awalnya adalah nyanyian (mornas) yang dibawa para budak negro dari Cape Verde, Afrika Barat ke Portugis sejak abad ke-15.
c. Pada Masa Kolonial Jepang
Militer. Langsung ataupun tidak langsung, Jepang membantu Indonesia (utamanya pemuda) membentuk semangat nasionalisme.[13] Jepang melakukan ini lewat tiga cara, yaitu: (1) Pengerahan pemuda; (2) Pembentukan organisasi semi-militer; dan (3) Pembentukan organisasi militer. Tentu saja, ketiga bentuk ini dimaksudkan demi kepentingan perang Jepang. Namun, efek sampingnya justru menguntungkan (bless in disguise) bagi Indonesia.
Kesenian. Demi alasan politik anti Barat-nya, Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) tanggal 1 April 1943 di Jakarta. Fungsi lembaga ini mewadahi aktivitas budayawan Indonesia agar tidak menyimpang dari tujuan Jepang. Tanggal 29 Agustus 1942, lembaga ini mengadakan pameran karya pelukis lokal Indonesia seperti Basuki Abdoellah, Agus Djajasoeminta, Otto Djaja Soetara, Kartono Joedokoesoemo, dan Emiria Soenassa. Selain itu, ia juga memfasilitasi R. Koesbini dan Cornel Simanjuntak membentuk grup seni suara yang melahirkan lagu-lagu nasional Indonesia. Lahirlah lagu-lagu nasional Kalau Padi Menguning Lagi, Majulah Putra-Putri Indonesia, Tanah Tumpah Darahku. Keimin Bunka Shidosho juga memungkinkan Nur Sutan Iskandar melahirkan karyanya Tjinta Tanah Sutji, Karim Halim melahirkan Palawidja, atau Usmar Ismail dengan Angin Fudji. Seni drama karya budayawan Indonesia juga lahir seperti Api dan Tjitra (temanya pengabdian tanah air) karya Usmar Ismail, Taufan di atas Asia atau Intelek Istimewa karya Abu Hanifah.
Bahasa. Pendudukan Jepang, di samping berefek negatif, juga memiliki dampak positif dalam budaya bahasa. Segera setelah Jepang mengusir Belanda, segala hal berbau Belanda dan Barat dilarang di semua toko-toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan, dan papan-papan nama umum. Bahasa pengganti yang diperkenankan hanyalah Bahasa Indonesia dan Jepang. Kini mulailah bahasa Indonesia mengalami perkembangan pesat.[12] Terjadi revolusi sosial di mana budaya Belanda dijungkalkan oleh budaya Jepang dan Indonesia. Atas desakan tokoh-tokoh Indonesia, tahun 1943 Jepang mengizinkan berdirinya Komisi Penyempurnaan Bahasa Indonesia yang pada akhirnya berhasil mengkodifikasi 7.000 istilah bahasa Indonesia modern (saat itu).
4. Pada Masa Modern
Seiring Berkembangnya Jaman , Telah Sampailah Pada Masa Modern , Pada masa modern berarti peninggalan Sosial Budayanya sudah canggih dan menggunakan alat alat canggih, peninggalan Sosial Budaya pada masa modern dan bersifat material adalah sebagai berikut
1.Lukisan
Lukisan Modern
Lukisan modern termasuk Peninggalan Sosial Budaya yang berada pada Masa Modern karna , Di lukiskan Pada Era Modern Dan Di Lakukan Dengan Sangat Relavan / Modern . Seperti : Lukisan Man And Women Di bawah Ini

2.Batik Modern
Batik Modern Ini Adalah Batik Yang Sudah Bersifat Modern Dari Segala Bentuk Dan Warna , Dan Juga Corak , Seperti

C. Dampak atau Manfaat Pelestarian Peninggalan Sosial Budaya
Beberapa manfaat yang didapat dari menjaga kelestarian peninggalan sejarah antara lain yaitu:
Lukisan modern termasuk Peninggalan Sosial Budaya yang berada pada Masa Modern karna , Di lukiskan Pada Era Modern Dan Di Lakukan Dengan Sangat Relavan / Modern . Seperti : Lukisan Man And Women Di bawah Ini

2.Batik Modern
Batik Modern Ini Adalah Batik Yang Sudah Bersifat Modern Dari Segala Bentuk Dan Warna , Dan Juga Corak , Seperti

C. Dampak atau Manfaat Pelestarian Peninggalan Sosial Budaya
Beberapa manfaat yang didapat dari menjaga kelestarian peninggalan sejarah antara lain yaitu:
1. Memperkaya khasanah
kebudayaan bangsa Indonesia,
2. Menambah pendapatan Negara karena digunakan sebagai obyek wisata,
3. Menyelamatkan keberadaan benda peninggalan sejarah, sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang, serta
4. Membantu dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan untuk obyek penelitian.
2. Menambah pendapatan Negara karena digunakan sebagai obyek wisata,
3. Menyelamatkan keberadaan benda peninggalan sejarah, sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang, serta
4. Membantu dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan untuk obyek penelitian.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Sosial
Budaya merupakan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
kehidupan masyarakat yang dilahirkan dari diri manusia dan berkembang melalui
proses pembelajaran atau sosialisasi.
Budaya
dalam bahasa sansekerta adalah budhhayah yang berarti akal.
Budaya memiliki wujud yaitu gagasan, aktivitas atau tindkan, dan artefak atau
karya. Dengan adanya wujud – wujud itu budaya memiliki komponen – komponen
yaitu seperti kebudayaan material, kebudayaan nonmaterial, lembaga sosial,
sistem kepercayaan, estetika, dan bahasa.
Melestarikan
peninggalan Sosial Budaya merupakan cara agar peninggalan – peninggalan sosial
budaya tersebut tidak hilang atau punah nantinya. Melestarikan peninggalan
sosial budaya juga dapat dilakukan dengan cara seperti dengan tarian adat, alat
musik adat, museum atau bangunan – bangunan bersejarah, cagar alam, dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
http://rhidodicky.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Balai_Pelestarian_Peninggalan_Purbakala
http://ichadshel.blogspot.com/2012/10/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya-dan.html
http://chochoblue.blogspot.com/2013/10/makalah-melestarikan-peninggalan.html
Daftar Gambar :
DAFTAR PUSTAKA
http://rhidodicky.blogspot.com
http://id.wikipedia.org/wiki/Balai_Pelestarian_Peninggalan_Purbakala
http://ichadshel.blogspot.com/2012/10/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya-dan.html
http://chochoblue.blogspot.com/2013/10/makalah-melestarikan-peninggalan.html
Daftar Gambar :












Tidak ada komentar:
Posting Komentar